Rabu, 21 Maret 2012

Dua Karakter Da’i: “Cerdas dan Bersih“

            Agar dakwah kita berhasil maka seorang da'i harus memiliki dua sifat ini: "cerdas dan bersih".

Yang saya maksud adalah cerdas akalnya dan bersih hatinya. Saya tidak mensyaratkan kecerdasan yang brilian. Cukuplah apabila dapat memandang segala sesuatu secara proporsional, tidak ditambah atau diku-rangi. Sebab, saya menyaksikan sebahagian orang memiliki pola pikir yang kacau. Tidak tepat ketika mempersepsi realita, sehingga menganggap adat sebagai ibadah, sunah sebagai hal wajib, dan penampilan fisik sebagai hal yang utama. Hal inilah yang dapat mengacaukan terapi penyelesaian kasus-kasus yang timbul dan menyebabkan dakwah mengalami kegagalan yang serius.

Sifat "bersih" menyangkut kondisi hati yang saya kehendaki bukanlah seperti "bersihnya malaikat" tetapi hati yang dapat mencintai dan menyayangi orang lain. Tidak bersuka ria di atas kesalahan dan penderitaan orang lain. Bahkan, merasa sedih atas kesalahan mereka dan berharap agar mereka mendapat jalan kebenaran. Saya pernah didatangi oleh seorang mahasiswa yang memberitahukan bahawa beberapa orang akan mengada-kan pentas musik. la bersama teman-temannya akan mencegah pentas ini dengan jalan apa pun, termasuk dengan car a kekerasan. Saya katakan padanya, "Saya sepakat dengan kalian dalam menghentikan pesta ini. Tetapi, sampaikanlah pendapat dan nasihatku ini kepada mereka. Tidak pan-tas bersuka ria di saat banyak peristiwa menyedihkan, baik lokal maupun internasional. Bagaimana kita bernyanyi-nyanyi sementara puluhan ribu kaum muslimin terbunuh, terluka, dan terusir. Bencana Palestina dan Afghanistan masih terus berlangsung dan masa depan Islam di kedua negara tersebut masih suram. Sementara itu perang saudara di Somalia telah menelan korban ratusan kali lipat daripada perang saudara di Yugoslavia. Musibah banjir besar telah merenggut korban di Iskan-daria, serta musibah-musibah lain di berbagai tempat. Lalu untuk apa kita bernyanyi-nyanyi?

Apakah hati kita sekeras batu?"

"Mereka tidak akan menerima saran ini!" ujar mahasiswa tersebut. Lalu saya katakan, "Coba tanya mereka, apa yang akan dinyanyikan? Apakah syair cinta murahan dan lagu selera rendah? Kalau memang demikian bererti masyarakat ini sedang sakit perasaannya dan tidak akan memunculkan sesuatu kecuali keburukan. Seharusnya pada masa-masa krisis yang sedang mengepung kita ini, kita menjauhi suara-suara yang tidak berguna."

"Saya tidak akan mengatakan seperti yang Anda anjurkan tadi, tetapi akan saya katakan kepada mereka, bahawa Allah telah mengharamkan nyanyian dan kami akan bubarkan pesta itu di depan panitia penyeleng-gara!" jawab mahasiswa tersebut. Kemudian saya katakan kepadanya, "Kamu ini masih tergolong baru di kancah dakwah, mengapa tidak mengambil pelajaran dari pengalaman para pendahulu-mu? Apalagi Islam banyak mempunyai musuh yang sedang menanti, jadi jangan tunjukkan kepada mereka kekurangpahaman dan keburukan tmdakan kita!"

Ternyata la menolak dan tetap pada prinsip semula. Akhirnya mereka ditangkap polisi dan sebahagian masuk penjara. Saya selalu memberi nasihat kepada aktivis Islam untuk senantiasa bersikap bijaksana dalam dakwah. Saya tekankan agar tidak memben peluang kepada musuh-musuh Islam untuk menyerang dan memojok-kan Islam maupun para da'I hanya gara-gara semangat yang dibarengi sikap ceroboh.

Hendaklah tujuan utamanya adalah pembinaan aqidah, akhlak, dan ibadah.

Adapun masalah-masalah khilafiyah, tidak ada hubungannya dengan dakwah dan prinsip amar ma'ruf nahi munkar. Nabi Daud as. dan Sulaiman as. saja tidak berselisih dalam masalah tanaman yang dirusak dan dimakan kambing. Sebahagian ulama, ada yang berpendapat bahawa menyusui sewaktu besar sama hukumnya dengan ketika masih kecil. Bila timbul khilaf, hendaknya dibahas pada bidangnya (pada masalah fiqihnya saja). Adapun menga-lihkannya ke bidang dakwah merupakan kesalahan besar.

Seorang da'i yang tidak memiliki kecerdasan akal dan kebersihan hati, akan membuat problem yang rumit di tengah perkembangan Islam. Saya pernah pergi ke Kanada dan Amerika Serikat —ketika saya menjadi utusan Rabithah Alam Islami— . Di sana banyak da'i yang mele-takkan "bebatuan" di tengah-tengah jalan Islam, yang mereka ambil dari lingkungan hidup zaman dahulu agar laju perkembangan dakwah berhenti di tengah-tengah dunia baru. Mereka marah kerana membela madzhab dan kepentingannya dengan mengatasnamakan Islam. Tetapi Allah mengetahui bahawa sesungguhnya mereka memperlukan orang yang dapat menyinari akal pikiran mereka dan membersihkan hatinya.

(Syaikh Abbas Hasan As-Siisi)


Semoga Bermanfaat.

Wallahul Hadi Ilas Shiratil Mustaqim


Tidak ada komentar:

Posting Komentar